Last Candle Light

Sepi, sendiri. Itulah yang mampu ku gambarkan kehidupanku sekarang. Setelah putus dengannya yang selalu memberi warna pada kehidupanku, kini menjadi gelap seketika. Ini adalah keputusan kita untuk berpisah. Tak cocok? Kami tak memusingkan persoalan yang muncul mengapa kami berpisah. Ia pergi karena tugas dan cita-cita. Mimpi terkadang mampu mengalahkan cinta. Aku hanya mengiyakan.
Malam ini tak seperti pada malam-malam sebelumnya. Tak ada yang mampu membuatku ingin selalu bangun pagi keesokkan harinya untuk bertemu dia. Sekarang yang ada hanya langit malam yang gelap tanpa cahaya . Mungkin langit tahu suasana hatiku yang sedang kelam.
Lampu-lampu temaram jalanan terlihat seperti lilin kecil dihapadanku. Candle light dinner versiku. Aku sengaja mematikan lampu kamar dan duduk di dekat jendela apartemenku. Aku pasang lagu romantis dari ipad ku. Tak lupa roti bakar selai kacang kesukaannya ada di tanganku. Dalam sekejap aku merasakan suasana romantis namun miris bila melihat kenyataannya. Candle light tanpa dia di sampingku terasa aneh.
“ Aku tak butuh cahaya lilin seperti saat kita dinner ” ucapku kala itu.
“ Kenapa? Kita ga bisa makan kalau ga ada cahaya ” bantahnya.
“ Aku hanya butuh kamu sebagai cahaya dalam kehidupanku ” tatapan matanya saat itu mengisyaratkan ia berjanji “ aku adalah cahayamu ”.
Harapan yang tinggi akan cinta sejati membuatku percaya bahwa dia adalah cahaya bagiku. Ketika kenyataan pahit di depan mata, semua harapan itu menjadi tidak berarti.
Tik..tik..tik..
Tersadar dari lamunanku. Aku melihat tetes-tetes air jatuh di jendela kamarku. Semakin lama semakin besar hujan turun. Semakin mempertegas semua jejak di masa lampau.
“ Aku ga suka dengan hujan ucapku kala tak sengaja kami bertemu kembali.
“ Kenapa? Hujan itu anugerah dari Tuhan, kita harus bersyukur ” ia tersenyum.
“ Karena hujan telah memisahkan kita ”.
Ia terlihat bahagia ketika semua orang memberinya ucapan selamat atas keberhasilannya. Menjadi seorang diplomat. Aku juga memberi selamat atas keberhasilannya itu dengan tersenyum, meski itu palsu.
“ Aku yakin kamu akan bahagia walau tanpa aku ” kata perpisahan darimu.
Mungkin.
Semua seperti sandiwara yang selalu ada air mata di setiap adegannya. Aku berusaha tegar di hadapannya. Semua akan baik-baik saja tanpa dia.
Kini tepat satu tahun kita berpisah. Entah bagaimana kabarnya sekarang. Hari-hari ku nikmati sendiri dalam kesepian. Selama kita masih di dunia janganlah membuat diri kita merasa berat untuk menjalani hidup, nikmati saja semua proses hidup yang Tuhan beri. Begitulah nasihatnya.
Memang penyesalan itu selalu datang terakhir. Merelakan ternyata begitu berat untuk ditanggung, terkekang oleh kenangan lama sangat menyiksa. Meski, dalam lubuk hati selalu ada harapan kalau ia akan kembali, dan kita akan bersama lagi. Walau semuanya benar-benar sudah tamat.
Dunia sekitarku berubah seketikamenjadi berwarna-warni. Malam ini ia mengajakku dinner di tempat biasanya. Senyum mengembangku tak pernah lepas dari wajah ini. Harapan-harapan itu kembali muncul seiring dengan kabar bahagia ini.
“ Apa kabar? ” tanyaku basa-basi.
“ Sangat baik, aku yakin kamu juga baik, ya kan?” bicaranya tak berubah, sama seperti dulu. Dekat.
“ Aku senang bisa ketemu sama kamu lagi ” tatapannya pun tak berubah.
“ Aku harap candle ligh dinnert ini bukan yang benar-benar terakhir ” ia menunduk diam tak tersenyum.
Namun, ada sesuatu yang berbeda dari dia. Aura seseorang yang sedang menyembunyikan rahasia besar nampak jelas dari wajahnya. Aku tahu ini bukan dia. Aku sendiri seperti tak mengenali dia.
Sebuah kertas tebal berwarna ungu tiba dihadapanku. Ia sendiri yang menyodorkannya. Aku penasaran kertas apa itu.
Menikah
Niko Gunawan
dengan
Indriana Septi
Arrrrggghhhh….
Seketika teriakanku memecah kesunyian di dalam kamarku. Roti yang tadi aku genggam, ku lemparkan begitu saja ke lantai . Aku hanya ingin menangis, menangis dan menangis. Semuanya benar-benar telah menjadi gelap. Harapan itu telah lenyap.
“ Selama ini aku tak pernah menangisimu, karena aku yakin kamu akan kembali ucapku getir.
“ Aku sudah bilang kamu akan bahagia walau tanpa aku” teguhnya meyakinkan aku.
“ Aku memang bodoh ”.
Aku menangis dan teriak sejadi-jadinya. Inilah perasaanku yang aku tahan selama ini. Aku memang masih cinta dan berharap semuanya akan kembali seperti semula. Sia-sia saja harapan itu ditunggu, jika kenyataannya dia telah menemukan penggantiku. Mungkin, aku memang tak membutuhkan cahaya dalam kehidupanku dan tak butuh lampu-lampu jalanan itu untuk menjadi candle light dinner versiku lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Pertama

MATI RASA

KATA MUTIARA